摘要:Mobilitas tenaga kerja dalam sektor informal umumnya cukup tinggi, yang menyebabkan angkatan kerja mudah memasuki sektor ini sehingga diharapkan dapat bertindak sebagai suatu kekuatan penyangga antara kesempatan kerja dan pengangguran. Fenomena tersebut dapat dilihat dari terbukanya kesempatan kerja bagi tenaga kerja di sektor informal di Kota Denpasar, terutama yang bergerak di sektor perdagangan. Para pedagang sektor informal sebagian besar menjalankan usaha mereka dengan membuka warung tenda, maupun berdagang dengan menggunakan gerobak dorong. Lokasi biasanya menjadi pertimbangan bagi para pedagang dalam menjalankan usaha dagangnya. Lokasi yang menjadi pusat aktivitas masyarakat menjadi pilihan utama mereka, karena peluang mendapatkan hasil menjadi lebih besar. Secara umum tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pedagang makanan gerobak dorong di 4 (empat) kecamatan di Kota Denpasar. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi disparitas pendapatan pedagang makanan gerobak dorong antar kecamatan di Kota Denpasar. Hasil penelitian diharapkan nantinya dapat menjadi bahan rujukan bagi pihak terkait dalam merumuskan kebijakan tentang sektor informal di Kota Denpasar. Dari total 100 responden, pedagang makanan gerobak dorong terbanyak berada dalam rentang usia 35-44 tahun (35 persen). Sebanyak 68 persen responden pedagang berasal dari Jawa Timur, dan 33 persen responden baru berdagang kurang dari 5 tahun. Hasil analisis dengan menggunakan metode Kruskall-Wallis memberikan kesimpulan bahwa rata rata pendapatan (income) pedagang makanan gerobak dorong di empat kecamatan di Kota Denpasar adalah berbeda. Hal ini sejalan dengan latar belakang penelitian ini bahwa berbeda lokasi, maka berbeda pula pendapatan yang mereka dapatkan dari hasil berdagang. Lokasi menjadi penentu keberhasilan meraka dalam berdagang. Lokasi yang menjadi pusat aktivitas masyarakat menjadi pilihan utama mereka, karena peluang mendapatkan hasil menjadi lebih besar.
其他摘要:The mobility of labor in informal sector is considerably high, that causes the labor force becoming easy to get into the sector so it is expected to be a platform between job opportunity and the unemployment. That phenomenon can be seen through the job opportunity that widely open as formal sector labor in Denpasar, especially which operates in traded sector. Most of the traders in informal sector run their business by building the “warung tenda”, and also by using the “gerobak dorong”. Location usually becomes a consideration in operating their business. The location which is a center of public activity becomes their main option, because the chance to earn money is greater. This study generally aims to determine the characteristic of food trader “gerobak dorong” in 4 (four) subdistricts in Denpasar. This study also aims to determine whether the income disparity exists in food trader “gerobak dorong” among the subdistricts in Denpasar. The result is expected to be a reference in informal sector making policy in Denpasar. In total of 100 respondents, most of food traders “gerobak dorong” are in range of age 35 to 44 years old (35 percent). In amount of 68 percent of the traders are from East Java, and 33 percent new respondents have been operating the business less than 5 years. The result of the analisys which is conducted by using Kruskall-Wallis method suggests that the average of income disparity of food trader “gerobak dorong” in four subdistricts in Denpasar is different. It is in line with the statement of this research background that says different location results in different income. Location determines their success in trading. The location which is a center of public activity becomes their main option, because the chance to earn money is greater.
关键词:sektor informal;disparitas pendapatan;kesempatan kerja