摘要:Dayak Ngaju memiliki keterikatan yang sangat kuat dengan lingkungan alam disekitarnya. Termasuk pembelaanya kulturalnya terhadap persoalan eksploitasi dan perampasan tanah. Kajian ini menginvestigasi aspek-aspek Bahasa Dayak Ngaju yang berkaitan dengan hukum tanah dan digunakan oleh masyarakat secara turun temurun, sekaligus upaya kritik terhadap hukum tanah yang ada di Indonesia. Data diperoleh melalui kajian pustaka, observasi dan interview. Hasil penelitian menunjukkan keberpihakan Bahasa Dayak Ngaju terhadap konservasi tanah dan kesesuainya dengan tujuan reformasi agraria, antara lain: (1) Hutan sebagai tempat berharga bagi masyarakat Dayak Ngaju; (2) Nilai sosial dan kultural dalam budaya, seremoni peribadatan Ranying Hatalla dan Maniring Hinting dan implikasinya dalam pengelolaan tanah; (3) Penggunaan berbagai terminologi seperti Tajahan, Kaleka, Sapan Pahewan, dan Pukung Himba sebagai warisan konsep konservasi masyarakat . Tiga hal tersebut menjadi basis kultural dan empirik, keyakinan masyarakat dalam mengelola tanah dengan baik tanpa melakukan kerusakan terhadapnya.