摘要:Kekerasan dalam rumah tangga merupakan bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh perempuan di Indonesia. Hal itu menjadi tantangan bagi penggiat isu perempuan untuk dapat menyelesaikannya. Akan tetapi, banyak aktivis perempuan yang harus menghadapi tantangan, baik tantangan struktural maupun tantangan kultural, seperti yang dialami para aktivis perempuan Legal Resources Center-Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) di Kota Semarang. Tulisan ini berargumentasi bahwa tantangan pada level struktural dan kultural pada akhirnya menjadi hambatan bagi aktivis perempuan LRC-KJHAM dalam memperjuangkan hak dan keadilan bagi perempuan korban kekerasan, serta mewujudkan iklim kesetaraan gender di Kota Semarang. Argumentasi tersebut disusun berdasarkan hasil penelitian kualitatif terhadap para aktivis LRC-KJHAM Kota Semarang dalam kerangka analisis teori morfogenesis Margaret Archer.
其他摘要:Domestic violence is the most common form of violence experienced by women in Indonesia. It has become a social issue for women activists to seek a solution. However, many women activists have to face challenges, both structural challenges, and cultural challenges, as experienced by women activists at the Center for Gender Justice and Human Rights Legal Resources (LRC KJHAM) in Semarang City. This article argues that challenges at the structural and cultural levels ultimately become obstacles for women activists from the LRC KJHAM in fighting for rights and justice for women victims of violence, as well as creating a climate of gender equality in Semarang City. This argument is based on the results of qualitative research on KJHAM LRC activists in Semarang City within the framework of Margaret Archer's theoretical analysis of morphogenesis.